Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Nasional

Celios Ragukan Data BPS Terkait Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Avatar photo
37
×

Celios Ragukan Data BPS Terkait Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi data pertumbuhan ekonomi
Ilustrasi data pertumbuhan ekonomi

JAKARTA, INTTI.ID –  Center of Economic and Law Studies (Celios) meragukan data Badan Pusat Statistik (BPS) terkait pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal II. Celios sendiri meragukan data dirilis BPS dan meminta Badan Statistik PBB untuk mengauditnya.

Celios sendiri telah mengirim surat kepada United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission untuk mengaudit data pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Selasa (5/8/2025) lalu.

Advertising
banner 425 x 400
Baca Artikel Scroll ke Bawah

United Nations Statistics Division (UNSD) dan United Nations Statistical Commission merupakan Badan Statistik yang ada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Surat yang dikirimkan ke PBB memuat permintaan untuk meninjau ulang data pertumbuhan ekonomi pada triwulan ke-II 2025 yang sebesar 5,12 persen year-on-year (yoy),” kata Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, seperti dikutip Tirto.id, Jumat (8/8/2025).

Celios mencoba melihat ulang seluruh indikator yang disampaikan BPS, dan menemukan industri manufaktur tumbuh tinggi di level 5,68 persen (yoy). Dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 18,67 persen.

Ini berlawanan dengan PMI manufaktur Indonesia yang mencatatkan kontraksi di posisi 49,2 pada akhir Juli 2025. Lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang berada di level 46,9.

“Porsi manufaktur terhadap PDB juga rendah yakni 18,67 persen dibanding triwulan ke I 2025 yang sebesar 19,25 persen, yang artinya deindustrialisasi prematur terus terjadi. Data PHK massal terus meningkat, dan industri padat karya terpukul oleh naiknya berbagai beban biaya. Jadi apa dasarnya industri manufaktur bisa tumbuh 5,68 persen (yoy)?” tanya Bhima.

Karena itu, melalui surat ini Celios meminta agar UNSD dan United Nations Statistical Commission dapat meminta BPS agar menjelaskan metode perhitungan pertumbuhan ekonomi kuartal II 2025 dengan transparan.

Harus Bebas dari Kepentingan Politik

Tidak hanya itu, sebagai lembaga pemerintah yang tunduk pada standar statistik internasional. BPS perlu bebas dari kepentingan politik, transparan dan menjaga integritas data.

Karenanya, jika ada intervensi di balik penyusunan data BPS. Artinya ada Prinsip Fundamental Badan Statistik (Fundamental Principles of Official Statistics) yang ditentang.

Baca juga: Gegara Judol Banyak Perempuan di Indonesia Minta Cerai

Direktur Kebijakan Fiskal Celios, Media Wahyudi Askar, pada kesempatan yang sama menambahkan, data yang kredibel bukan hanya persoalan teknis. Melainkan juga berdampak pada kredibilitas Indonesia di mata dunia. Dan lebih penting dari itu, kesejahteraan rakyat.

“Data ekonomi yang tidak akurat, khususnya jika pertumbuhan dilebih-lebihkan, dapat menyesatkan pengambilan kebijakan. Bayangkan, dengan data yang tidak akurat, Pemerintah bisa keliru menunda stimulus, subsidi, atau perlindungan sosial karena menganggap ekonomi baik-baik saja. Pelaku usaha, baik itu besar dan UMKM, para investor dan masyarakat pasti akan bingung dan terkena dampak negatif,” tegas Media.

Terpisah, Ekonom dari Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, menilai jika data yang disajikan BPS tidak valid. Indonesia berpotensi kehilangan peluang untuk maju. Sebab, berbagai kebijakan penting didasarkan pada data yang salah.

Selain itu, jika data pertumbuhan ekonomi kuartal II tidak benar, Indonesia juga akan dipusingkan dengan berbagai fenomena aneh. Seperti rasio perpajakan (tax ratio) yang terus turun, Rasio Output Modal Inkremental atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR) akan melejit. Hingga jumlah tenaga kerja yang diciptakan per 1 persen pertumbuhan PDB akan terus merosot.

Namun, dalam situasi ini, masyarakat harus meyakini bahwa data BPS adalah benar, hingga terbukti sebaliknya. Merevisi data adalah hal lumrah, pernah dilakukan oleh banyak lembaga dunia. Bahkan, oleh BPS sendiri.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *