JAKARTA, INTTI.ID – Transaksi judi online (Judol) sepanjang Januari–Oktober 2025 nilainya masih cukup fantastis, mencapai Rp155 triliun. Meski bisa ditekan hingga lebih dari setengah dibanding 2024 sebesar Rp359 triliun, namun dampak sosialnya masih meluas.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana dalam keterangan pers bersama Menteri Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra di Jakarta Selasa (4/11/2025) mengatakan, penurunan transaksi ini merupakan hasil pengawasan terpadu.
“Dibandingkan tahun lalu Rp359 triliun, kami berhasil tekan (transaksi Judol) sampai Rp155 triliun,” ujarnya.
BACA JUGA: Wamenkes: Hapuskan Praktik Pemasungan ODGJ
PPATK juga mencatat penyusutan dana deposit pemain judi online, dari Rp51 triliun pada 2024 menjadi Rp24 triliun per Oktober 2025. Ia menegaskan capaian ini sejalan dengan prioritas pemerintah memberantas judi online.
“Ini ada komitmen bersama untuk melaksanakan arahan Presiden terkait Astacita dan bagaimana kami menjaga dampak sosial judi online kepada publik,” jelasnya.
Uang Judol Lebih Besar dari Hasil Korupsi
Sementara itu, Menteri Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra mengatakan, skala ekonomi kejahatan judi online tidak kalah dari tindak pidana besar lainnya.
“Bahwa uang yang beredar terkait perjudian itu besar, mungkin lebih besar daripada uang hasil korupsi,” ujarnya.
Menurut Yusril, kasus narkoba masih menjadi sumber perputaran uang ilegal terbesar. Ia menegaskan ketiga kejahatan—korupsi, judi online, dan narkoba—harus ditangani tanpa pengecualian.
“Karena itu harus menjadi perhatian bersama persoalan korupsi, persoalan judi online dan persoalan narkoba harus ambil satu langkah tegas dan sistematik, tanpa pandang bulu,” katanya.
Yusril menyebut Presiden Prabowo juga membawa isu ini di forum internasional. Pada sidang APEC, kata Yusril, Presiden mengatakan belasan triliun, belasan miliar dolar uang negara dirugikan setiap tahun akibat Judol.
Sejalan dengan upaya penindakan, pemerintah menemukan penyalahgunaan dana bantuan sosial untuk modal berjudi. Yusril menyebut lebih dari 600 ribu penerima bansos teridentifikasi menggunakan bantuan untuk Judol.
“Kemensos sudah mengetahui berkat kerjasama dengan PPATK,” katanya.
Temuan serupa juga terjadi pada dana beasiswa pemerintah. “Bahkan pemerintah, itu sudah mendeteksi sejumlah bantuan beasiswa kepada pelajar-pelajar dan mahasiswa kita, juga digunakan untuk judi online,” ujar Yusril.
Bakal Masuk Pasal TPPU
Yusril menilai penindakan akan diperkuat, termasuk melalui penerapan pasal tindak pidana pencucian uang terhadap jaringan judi.
“Pada hemat saya, pasal-pasal dalam KUHP lama ini tidak akan efektif memberantas perjudian jika tidak dikaitkan dengan TPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan TPPU,” katanya.
Menurutnya, proses hukum judi online selama ini kerap terhambat karena fokus hanya pada pelaku atau platformnya, sementara jaringan keuangan di balik itu belum disentuh sepenuhnya.
Melalui pendekatan TPPU, pemerintah dapat melacak, membekukan, dan menyita hasil kejahatan yang digunakan untuk membiayai dan memperluas operasi judi daring tersebut.
BACA JUGA: Ribuan Warga Kabupaten Serang Terinfeksi TBC
Ia juga menyoroti dampak sosial yang muncul. “Dampak sosialnya sangat besar ya, terjadi frustasi, terjadi penganiayaan, bunuh diri, pencurian, perampokan dan lain-lain akibat orang-orang kalah judi di tengah masyarakat kita ini,” ujarnya.
Ivan menegaskan langkah pengawasan keuangan dan penutupan jalur transaksi ilegal akan terus berjalan. “Kolaborasi seperti yang Pak Menko sampaikan tadi kita lakukan dengan sangat kuat,” kata Ivan.
Pemerintah menyatakan fokus lanjutan mencakup penguatan sistem deteksi transaksi, pemblokiran platform, serta koordinasi penegakan hukum lintas lembaga untuk menekan ruang gerak judi online.(Ald)















