LEBAK, INTTI.ID — Petugas gabungan menutup puluhan lubang tambang emas ilegal (Peti) yang berada di kawasan penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Kampung Cirotan, Desa Citorek Kidul, Kecamatan Cibeber, Kabupaten Lebak, Banten.
Penyegelan itu dilakukan Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) yang di dalamnya melibatkan Kementerian Kehutanan, Kementerian Pertahanan, Kejaksaan, TNI dan Polri.
Ada juga petugas BPKP, Badan Informasi Geospasial, Kementerian Pertanian, Badan Pertanahan Nasional, dan Kementerian Keuangan RI. Turut dilibatkan pemerintah daerah serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) Banten.
BACA JUGA: TNI AD Sweeping Gurandil di Kawasan Gunung Halimun Salak Bogor
Direktur Penindakan Pidana Kehutanan, Rudianto Saragih Napitu dalam keteranganya kepada wartawan Rabu (3/12/2025) mengatakan, saat ini pihaknya telah melakukan penyegelan terhadap 55 lubang tambang emas ilegal yang berada di kawasan penyangga TNGHS.
“Secara keseluruhan kami menutup 55 lubang Peti yang dikelola gurandil (penambang emas liar) untuk di daerah Lebak ini,” katanya.
Rudianto mengatakan, Satgas PKH menargetkan 1.000 lubang tambang emas ilegal di Provinsi Banten yang bakal ditutup seluruhnya.
“Hari ini kami tutup 55 lubang untuk Provinsi Banten, dua minggu ke depan target kami selesaikan,” imbuhnya.
Terkait penindakan, Rudianto mengatakan, pihaknya akan memburu pihak-pihak yang dianggap memiliki andil besar dalam pelaksanaan aktivitas pertambangan ilegal. Salah satunya yakni para pemilik modal yang mendukung pelaksanaan aktivitas tersebut.
BACA JUGA: Kawasan Gunung Halimun Salak Kembali Dipenuhi Gurandil
“Target utamanya adalah pemasok merkuri, penampung emas, pemilik gelundugan, dan pemodal,” ujarnya.
Rudianto mengatakan penertiban Peti merupakan tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2025 tentang penertiban kawasan hutan. Menurutnya, operasi sudah berlangsung beberapa hari dan menyasar sejumlah titik pertambangan.
Petugas PKH menyisir kawasan Ciheang, Gunung, dan Cirotan dengan total area sekitar 439 hektare. Penggunaan lainnya seperti villa mencapai 147 hektare. Operasi masih berjalan, termasuk untuk kawasan Gang Pancang menuju Cibulu dan Cisasa.
Rudianto menjelaskan, Satgas PKH telah menutup 281 lubang tambang dari target 1.400 lubang. Kerusakan lingkungan akibat pertambangan ilegal ditaksir mencapai lebih dari Rp350 miliar, dan diperkirakan masih akan bertambah.
Ia menambahkan, saat ini Satgas PKH masih terus melakukan penyelidikan guna menetapkan status tersangka dalam kasus tersebut. “Belum, ini baru pengumpulan data dan penertiban lubang-lubang peti,” tandasnya.
Penertiban Peti untuk Memulihkan Ekosistem TNGHS
Sementara Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Dwi Januanto Nugraha menegaskan, penertiban dilakukan demi memulihkan ekosistem dan menjaga keanekaragaman hayati di kawasan TNGHS.
Dia menyebut TNGHS cadangan sumber daya alam (SDA) bagi generasi mendatang. Nilainya tidak terlihat secara langsung, tapi manfaat ekologinya tidak terhingga. Karena itu, kawasan ini harus ditertibkan demi kesejahteraan bersama.
Dwi menambahkan, kejahatan kehutanan merupakan tindak pidana terorganisasi dengan motif ekonomi. Karena itu, penegakan hukum akan dilakukan tanpa toleransi terhadap pelaku utama. Ini diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Perusakan Hutan.
“Selain pemodal, ada masyarakat yang ikut terlibat secara terstruktur. Kami juga meminta keterangan pihak terkait untuk kebutuhan justice collaborator, dengan dukungan pemerintah desa dan aparat penegak hukum,” katanya.(Ald)
sumber: banpos.co















