Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Nasional

Satwa Langka di Kawasan Halimun Salak Nyaris Punah Terusir Peti

Avatar photo
19
×

Satwa Langka di Kawasan Halimun Salak Nyaris Punah Terusir Peti

Sebarkan artikel ini
Satwa Langka di Kawasan Halimun Salak Nyaris Punah Terusir Peti
Selain merusak alam, aktivitas ilegal juga telah merusak habitat satwa langka di kawasan TNGHS.

LEBAK, INTTI.ID — Aktivitas pertambangan emas ilegal (Peti) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), khususnya di Kabupaten Lebak, Banten, telah mengusir sejumlah satwa langka dari habitatnya.

Tiga satwa langka yang selama ini mendiami kawasan TNGHS, di antaranya Macan Tutul Jawa, Owa Jawa, dan Elang Jawa. Bahkan, kini populasinya terancam punah. Satwa-satwa langka tersebut terusir karena habitatnya rusak akibat aktivitas ilegal di TNGHS.

Advertising
banner 425 x 400
Baca Artikel Scroll ke Bawah

Kepala Balai TNGHS, Budhi Chandra kepada wartawan di sela penutupan tambang emas ilegal di Kabupaten Lebak bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH), Rabu (3/12/2025) mengatakan, kerusakan habitat tidak hanya berdampak pada satwa, tetapi juga pada keberlangsungan flora endemik di kawasan tersebut.

BACA JUGA: Satgas PKH Tutup Puluhan Lubang Peti di Gunung Halimun Salak Lebak

“Berdasarkan data 2015, populasi Macan Tutul di TNGHS tercatat hanya 58 individu. Selain Macan Tutul, Owa Jawa dan Elang Jawa juga terancam punah. Mereka tersebar di kawsan TNGHS Sukabumi, Bogor, dan Lebak,” ujarnya.

Budhi juga menambahkan, banyak masyarakat yang keliru dalam membedakan macan tutul dengan macan kumbang.

“Padahal itu sama saja. Perbedaan hanya pada warna, Macan kumbang merupakan bentuk melanistik dari macan tutul,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia menyebut penurunan populasi juga menghantam jenis flora khas TNGHS. Ia berharap langkah tegas Satgas PKH dapat memulihkan kembali keanekaragaman hayati.

“Floranya seperti anggrek, serta pohon puspa dan saninten sudah hampir punah. Saninten adalah kayu endemik yang sangat keras, tidak bisa dipotong dengan gergaji biasa,” ungkap Budhi.

Ia menegaskan perlunya mengembalikan fungsi kawasan konservasi serta melakukan pembinaan terhadap warga di sekitar hutan sebagai desa penyangga.

BACA JUGA: TNI AD Sweeping Gurandil di Kawasan Gunung Halimun Salak Bogor

Terkait jumlah Owa Jawa, Budhi mengaku belum dapat memastikan karena sebaran populasi berada di tiga kabupaten. Biasanya, kata dia, dihitung perkelompok. Satu kelompok terdiri dari satu keluarga, biasanya dua ekor.

“Jika ditemukan tiga kelompok dalam satu wilayah, tinggal dikalikan,” jelasnya seraya menambahkan, sejauh ini belum ditemukan indikasi perdagangan Owa Jawa.

“Kalau Lutung banyak yang diperdagangkan, tapi Owa Jawa hidupnya di atas pohon, jarang sekali terlihat,” jelasnya.

Kepunahan populasi satwa langka umumnya dipicu aktivitas manusia, mulai dari perusakan habitat, perubahan iklim, perburuan liar, polusi, hingga munculnya spesies invasif.

Faktor-faktor tersebut saling berhubungan dan menyebabkan penurunan populasi serta kerentanan terhadap penyakit, yang pada akhirnya berujung pada kepunahan.(Ald)

sumber: satelitnews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *